HAMA ULAT TANAH (Agrotis sp.) DAN CARA PENGENDALIANNYA

Hama Ulat Tanah (Agrotis sp.) merupakan salah satu jenis hama ulat perusak tanaman yang banyak dikeluhkan para petani, terutama petani hortikultura. Hama ulat tanah seringkali menyerang batang tanaman muda, baik di persemaian maupun setelah pindah tanam. Ulat tanah (Agrotis sp.) bersembunyi di dalam tanah, pada bongkahan tanah, dan terkadang juga dijumpai di balik mulsa PHP (plastik hitam perak) pada budidaya tanaman secara intensif, sehingga ulat tanah dengan mudah merusak akar dan pangkal batang tanaman. Tanaman yang terserang ulat tanah keesokan harinya akan rebah, terkadang hanya tersisa batang bawahnya saja. Seperti halnya jenis hama ulat lainnya, hama ulat tanah menyerang tanaman pada malam hari. Ulat tanah (Agrotis sp.) menyerang tanaman budidaya dengan cara memotong batang, sehingga hama ulat tanah juga dikenal dengan nama ulat pemotong (cut worm). Selain menyerang batang muda, ulat tanah juga menyerang bagian tanaman lain, seperti bagian akar, dan daun tanaman.
Hama ulat tanah banyak dijumpai pada tanaman budidaya, seperti saat kita sedang budidaya cabe, budidaya kentang, budidaya terong, budidaya bawang putih, budidaya bawang merah, budidaya tomat, budidaya melon, budidaya jagung, dan budidaya tanaman hortikultura lainnya. Tingkat serangan hama ulat tanah (Agrotis sp.) tergolong tinggi, bahkan jika hal ini tidak diantisipasi, kemungkinan serangan ulat tanah bisa mencapai 50% dari total tanaman budidaya. Alhasil, pertumbuhan tanaman tidak seragam karena banyak tanaman sulaman. Apalagi jika tanaman lebih dari 2 minggu masih disulam, dapat meningkatkan tingkat kesulitan pengendalian hama dan penyakit tanaman. Untuk ini, pengetahuan tentang hama ulat tanah (Agrotis sp.) maupun cara pengendalian yang tepat guna perlu diketahui oleh seorang petani, terutama petani hortikultura. Hal ini bertujuan untuk mengurangi resiko kegagalan produksi, diharapkan produksi yang dihasilkan tinggi sesuai tingkat produktifitas masing-masing komoditas pertanian.

Klasifikasi Ulat Tanah (Agrotis sp.)

Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Lepidoptera
Family : Noctuidae
Genus : Agrotis
Organisme pengganggu tanaman dari spesies Agrotis sp. adalah Agrotis ipsilon, Agrotis segetum dan Agrotis interjectionis.

Siklus Hidup Ulat Tanah (Agrotis sp.)




Siklus hidup ulat tanah sama dengan jenis hama ulat lainnya. Dalam satu generasi, diselesaikan dalam waktu antara 28-42 hari. Ngengat dewasa meletakkan telurnya di permukaan daun tanaman, tangkai daun, maupun tangkai batang. Kemudian telur menetas dan berubah menjadi larva. Saat malam hari, larva memakan tanaman muda untuk melangsungkan hidupnya, sedangkan siang harinya bersembunyi di dalam tanah, dibalik mulsa, maupun pada bongkahan tanah. Selanjutnya ulat besar akan berubah menjadi kepompong, dan keluar menjadi ngengat dewasa yang akan segera bertelur lagi, demikian seterusnya.

Gejala Serangan Ulat Tanah (Agrotis sp.)

Gejala serangan hama ulat tanah ditandai dengan terpotongnya batang tanaman, terutama tanaman muda di persemaian. Tanaman yang baru saja pindah tanam terpotong hingga putus dan menyisakan pangkal batangnya saja.

Pengendalian Ulat Tanah (Agrotis sp.)

Seperti halnya jenis hama ulat bulu, ulat grayak, ulat kubis dan jenis hama ulat lainnya, hama ulat tanah Agrotis sp. dapat dikendalikan dengan beberapa cara juga, yaitu bisa secara teknis, mekanis maupun kimiawi.

Pengendalian Secara Teknis

Pengendalian secara teknis untuk ulat tanah dapat dengan penggenangan lahan selama sehari penuh. Hal ini bertujuan untuk membunuh hama ulat tanah maupun pupa yang masih bersembunyi di dalam tanah. Penggunaan mulsa PHP juga dianjurkan, terutama untuk budidaya intensif karena mulsa plastik ini mampu meningkatkan suhu di dalam tanah sehingga ulat tanah maupun pupa yang tersisa di dalam tanah akan musnah.

Pengendalian Secara Mekanis

Pengendalian mekanis untuk ulat tanah dilakukan dengan cara memusnahkan seluruh tanaman terserang dengan mencabut sampai ke bagian akarnya, sehingga telur-telur yang masih menempel segera dimusnahkan.

Pengendalian Secara Kimiawi

Pembuatan lubang tanam pada tanah dilakukan 1 minggu sebelum tanam, kemudian masukkan 1 sendok makan pestisida berbahan aktif karbofuran ke dalam lubang tanam. Setelah itu, ditutup dengan tanah tipis-tipis. Aplikasi pestisida ini dapat dilakukan bersamaan dengan pemupukan dasar maupun aplikasi lainnya pada lubang tanam.
Jika setelah tanaman tumbuh dan serangan ulat tanah belum melebihi ambang batas pengendalian, maka diupayakan untuk melakukan pengendalian mekanis. Hal ini bertujuan mengurangi tingkat resistensi hama ulat tanah terhadap jenis bahan aktif pestisida. Namun jika serangan cukup tinggi, bisa dilakukan penyemprotan menggunakan bahan aktif pestisida, seperti klorpirifos, sipermetrin, lamda sihalotrin, deltametrin, profenofos, tiodikarb, klorantraniliprol, amamektin benzoat, metomil, betasiflutrin, kartophidroklorida, atau dimehipo sesuai petunjuk pada kemasan.
Pilih beberapa bahan aktif tersebut untuk penyelingan saat penyemprotan. Yang perlu diperhatikan saat mengendalikan ulat tanah adalah jangan menggunakan hanya 1 bahan aktif saja, minimal 2 bahan aktif, namun lebih banyak lebih baik. Gunakan dosis terendah seperti yang tertera di kemasannya terlebih dahulu, baru ditingkatkan jika tidak ada perubahan signifikan. Hal ini bertujuan mengurangi resistensi hama ulat tanah (Agrotis sp.) terhadap jenis bahan aktif tertentu.

Penyebaran Dan Habitan Ikan Nila

Penyebaran Dan Habitan Ikan Nila - Ikan Nila berasal dari daerah Afrika bagian timur, terutama di Sungai Nil dan perairan yang terhubung dengan sungai tersebut, seperti Danau Tanganyika. Oleh karena itulah ikan nila memiliki nama latin sesuai dengan nama asal habitatnya, Orechromis Niloticus. Ikan tersebut kemudian mulai menyebar ke daerah Timur Tengah, Amerika, Eropa dan negara-negara Asia, setelah dibawa oleh bangsa Eropa. Saat ini, ikan nila telah dibudidayakan di semua propinsi di Indonesia.

Habitat atau lingkungan tempat tumbuh dan berkembang biak ikan nila sangat bervariasi. Memang, ikan ini dikenal memiliki daya adaptasi yang sangat bagus terhadap perubahan lingkungan hidup. Oleh karena itu, ikan nila dapat dibudidayakan di berbagai tempat dengan kondisi perairan yang bervariasi, baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Kondisi perairan yang bisa dijadikan sebagai tempat untuk pemeliharaan ikan nila adalah air tawar, air payau, bahkan masih mampu bertahan hidup di air asin, dengan nilai pH air berkisar antara 6-8,5. Kadar garam yang ideal untuk pertumbuhannya antara 0-35 permil. Ikan nila air tawar dapat dipindahkan ke air asin dengan adaptasi yang bertahap, dengan kadar garam yang ditingkatkan sedikit demi sedikit. Jika pemindahan dilakukan secara mendadak, dari air tawar ke air asin dengan kadar garam tinggi, dapat mengakibatkan stress, bahkan berpotensi menimbulkan kematian dalam jumlah besar.

Ikan nilai kecil relatif lebih mudah beradaptasi dibanding dengan ikan nila dewasa, oleh sebab itu, pemindahan ikan nila ke habitat lain sebaiknya dilakukan saat masih anakan. Ikan ini juga mampu bertahan hidup baik di perairan dangkal maupun dalam. Oleh sebab itu, ikan ini juga sering dibudidayakan di waduk-waduk yang memiliki perairan relatif dalam, dengan sistem budidaya Karamba Jaring Apung. Bahkan akhir-akhir ini, budidaya ikan nila sudah dilakukan dengan sistem Karamba Jaring Apung di laut.

Suhu optimal untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya antara 25-30 derajat Celcius, sehingga budidaya ikan nila akan lebih efisien jika dilakukan di dataran rendah hingga menengah. Untuk mengetahui bagaimana cara budidaya ikan nila yang efektif, silahkan baca pada artikel Budidaya Ikan Nila.

Klasifikasi Dan Morfologi Ikan Nila

Klasifikasi Dan Morfologi Ikan Nila – Ikan Nila memiliki nama ilmiah Oreochromis niloticus, merupakan ikan yang berasal dari Afrika bagian timur, seperti Sungai Nil, Danau Tanganyika, Nigeria, dan Kenya. Ikan Nila mulai menyebar ke berbagai negara, seperti Amerika, negara-negara Timur Tengah, dan Asia, setelah disebarkan oleh orang-orang Eropa. Ikan ini memiliki sifat unik setelah memijah, induk betina akan mengerami telur-telur yang telah dibuahi dalam rongga mulutnya. Perilaku semacam itu dikenal dengan sebutan mouth breeder.

Klasifikasi terbaru ikan nila yang masuk dalam genus Oreochromis dipelopori oleh seorang ilmuwan bernama Dr. Trewavas, pada tahun 1982. Sebelumnya, ikan nila masuk dalam genus Tilapia, namun, pada tahun 1980, Dr. Trewavas mencetuskan ide untuk membagi genus Tilapia menjadi tiga kelompok, yaitu genus Oreochromis, Sarotherodon, dan Tilapia.

Ikan nila tergolong jenis ikan yang cukup digemari baik untuk dibudidayakan maupun dikonsumsi. Potensi pertumbuhannya yang cepat, bersifat omnivora, dan mudah berkembang biak membuat ikan ini menjadi salah satu primadona para pembudidaya ikan. Kecepatan pertumbuhan dan bersifat omnivora membuat ikan nila lebih efisien dalam penggunaan pakan, sehingga lebih menguntungkan untuk dibudidayakan.

Ikan nila memiliki ciri khas sendiri, berupa garis vertikal di bagian ekor sebanyak enam hingga delapan buah. Garis-gari vertikal ini juga terdapat di sirip dubur dan sirip punggung, dan garis inilah yang membedakan antara ikan nila (Oreochromis niloticus) dengan ikan mujahir (Oreochromis mossambicus).

Klasifikasi ikan nila (Oreochromis niloticus) berdasarkan rumusan Dr. Trewavas.

Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Osteichthyes
Subkelas : Acanthoptherigii
Ordo : Percomorphi
Subordo : Percoidea
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus

Keunggulan ikan nila dalam pertumbuhan dan efisiensi penggunaan pakan membuat ikan ini lebih disukai untuk dibudidayakan di berbagai negara. Para ilmuwan berusaha untuk memuliakan ikan nila ini dengan teknologi hibridasi agar menghasilkan bibit yang lebih unggul dibanding jenis aslinya. Taiwan dan Philipina merupakan dua negara yang cukup intensif dalam memuliakan ikan nila. Tak mengherankan jika bibit-bibit unggul yang didatangkan ke Indonesia berasal dari dua negara tersebut. Saat ini, kegiatan Budidaya Ikan Nila telah dilakukan di berbagai daerah di Indonesia, baik skala rumah tangga maupun bisnis.

Hama Ulat Bulu Lymantriidae dan Cara Pengendaliannya

Hama Ulat Bulu Lymantriidae merupakan salah satu jenis hama perusak tanaman yang akhir-akhir ini menjadi masalah besar di dunia pertanian, terutama dari jenis tanaman keras. Hama Lymantriidae disebut dengan ulat bulu karena seluruh tubuh jenis ulat ini ditutupi oleh bulu-bulu. Bulu dari famili ulat Lymantriidae merupakan senjata untuk bertahan dari serangan predator. Jika bulu tersentuh kulit akan timbul rasa panas yang sangat menyengat, dan seringkali mengakibatkan bentol-bentol pada kulit, terutama kulit manusia. Ulat dari famili Lymantriidae bersifat polifag, yaitu memiliki banyak inang (ulat dapat berkembangbiak dengan baik pada semua jenis tanaman).

Tingkat serangan hama ulat bulu sangat tinggi, bahkan jika populasi pada tanaman terserang tinggi, tanaman seperti meranggas tidak memiliki satu helai daunpun, hanya tersisa tulang daun dan ranting saja. Bahkan dalam waktu singkat, hanya semalam saja, serangan ulat mampu menghabisi seluruh daun tanaman. Apabila jumlah daun tidak mencukupi kebutuhan ulat, ulat bulu akan turun dari pohon untuk mencari makanan. Jika lokasi tanaman terserang dekat dengan pemukiman, atau mungkin di depan rumah kita, maka ulat bisa masuk ke dalam rumah dengan jumlah yang tidak sedikit.

Serangan parah biasanya terjadi saat musim kemarau tiba. Pada musim ini, ngengat terangsang berkembangbiak dengan tingkat populasi sangat tinggi, sehingga serangan ulat bulu seringkali melampaui ambang ekonomi. Meskipun bersifat polifag, hama ulat ini jarang ditemukan pada tanaman berbatang lunak maupun rerumputan. Ulat bulu lebih banyak menyerang pepohonan dan tanaman menyemak berkayu.

Klasifikasi Ulat Bulu Lymantriidae

Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insekta
Ordo : Lepidoptera
Superfamily : Noctuidae
Family : Lymantriidae
Lymantriidae memiliki banyak spesies, bahkan mencapai 2500 spesies. Namun organismepengganggu yang banyak dijumpai adalah Orgyia postica, Dasychira inclusa, D. mendosa, D. pennatula, Psalis pennatula, Laelia suffusa, Euproctis virguncula, dll.

Siklus Hidup Ulat Bulu Lymantriidae




Ngengat dewasa mampu bertelur antara 50-200 butir. Telur-telur ini diletakkan di permukaan daun tanaman, tangkai daun, maupun pada retakan kulit batang. Setelah menetas, telur berubah menjadi larva dan segera mencari tempat untuk melangsungkan hidup. Larva ulat bulu berganti kulit antara 3-4 kali dan semakin membesar. Kemudian ulat besar berubah menjadi kepompong, selanjutnya dari kepompong keluar ngengat dewasa yang hanya dalam waktu beberapa hari akan segera bertelur.

Gejala Serangan Ulat Bulu Lymantriidae

Ulat menyerang daun tanaman dengan meninggalkan tanda bergerigi pada tepi daun akibat gigitan ulat. Namun, jika serangan tinggi daun tanaman dimakan sampai tidak tersisa sedikitpun, tinggal tulangnya saja.

Pengendalian Ulat Bulu Lymantriidae

Ulat Bulu Lymantriidae dapat dikendalikan dengan beberapa cara tergantung dari tingkat serangan terhadap tanaman. Pengendalian dapat dilakukan secara teknis, mekanis maupun kimiawi. Pengendalian teknis terutama bertujuan untuk mencegah atau mengurangi serangan tinggi. Sedangkan jika populasi ulat bulu sangat tinggi dengan serangan telah melebihi ambang ekonomi, maka perlu dilakukan penyemprotan pestisida untuk mengurangi resiko kegagalan produksi.

1. Pengendalian Secara Teknis

Seperti halnya saat mengendalian hama ulat lain, pengendalian ulat bulu untuk tanaman budidaya dilakukan dengan melakukan teknis budidaya yang benar, diantaranya menjaga sanitasi kebun, melakukan penggiliran tanaman, maupun dengan pengolahan tanah (pencangkulan dan penggaruan).

2. Pengendalian Secara Mekanis

Secara manual, dilakukan penangkapan terhadap ulat, telur, maupun kepompong, lalu dimusnahkan. Cara ini lebih efektif dilakukan pada malam hari dengan menempatkan perangkap lampu di area penanaman untuk menjebak ngengat.

3. Pengendalian Secara Kimiawi

Pengendalian ulat bulu secara kimiawi harus dilakukan secara tepat. Penggunaan pestisida yang melebihi dosis penggunaan justru dapat meningkatkan resistensi atau tingkat kekebalan ulat terhadap suatu jenis bahan aktif tertentu. Oleh sebab itulah, setiap kali melakukan penyemprotan pestisida harus dilakukan penggiliran bahan aktif. Tujuan dari penggantian bahan aktif pestisida ini adalah agar tingkat resistensi ulat bulu terhadap bahan aktif tertentu dapat diputus.
Gunakan insektisida berbahan aktif sipermetrin, deltametrin, klorantraniliprol, profenofos, klorpirifos, tiodikarb, amamektin benzoat, metomil, kartophidroklorida, betasiflutrin, atau dimehipo sesuai petunjuk pada kemasan. Pilih beberapa bahan aktif tersebut untuk penyelingan saat penyemprotan. Lihat Petunjuk Aplikasi Pestisida dan Daftar Bahan Aktif Pestisida.

Mengenal Ikan Nila

Ikan Nila (Oreochromis niloticus) sebenarnya bukanlah ikan asli Indonesia. Ikan ini merupakan hasi introduksi dari luar negeri. Ikan Nila secara resmi dikembangkan di Indonesia pada tahun 1969 oleh Balai Penelitian Perikanan Ari Tawar. Setelah melalui proses adaptasi dan pengembangan, barulah ikan nila di sebarkan ke masyarakat.

Nama ikan nila merupakan nama khas Indonesia yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Perikanan. Nama ini diambil dari nama latinnya (Oreochromis niloticus), yang memang merupakan habitat asli ikan nila, yaitu di Sungai Nil dan perairan yang berhubungan dengan sungai itu.

Dalam perkembangannya, ikan nila menjadi salah satu komoditas yang banyak dicari masyarakat, karena memang tekstur dagingnya tebal seperti daging ikan kakap merah, dan cita rasanya yang lezat. Selain itu, struktur tulang ikan nila juga tidak serumit ikan-ikan lain, sehingga lebih mudah dimakan. Saat ini, ikan nila telah tersebar di seluruh benua, terutama di negara-negara yang beriklim tropis maupun subtropis. Sedangkan di wilayah yang beriklim dingin, ikan ini sulit untuk beradaptasi.

Pemerintah Indonesia telah beberapa kali mendatangkan bibit ikan nila dari berbagai negara. Pertama kali mendatangkan, pemerintah mengambil bibit dari Taiwan. Ikan nila dari Taiwan ini berwarna hitam, dengan garis-garis vertikal di bagian ekornya yang berjumlah antara 6-8 garis. Pada perkembangan selanjutnya, pemerintah mendatangkan bibit ikan nila berwarna merah dari Philipina. Hingga saat ini, bibit ikan nila yang memiliki galur murni masih didatangkan dari luar negeri, karena memang sistem pembibitan di Indonesia masih kurang efektif dalam menjaga kemurnian galur. Upaya pengadaan bibit dari luar negeri bertujuan untuk menjaga persediaan dan kualitas induk, agar keunggulan genetiknya tidak menurun setelah bercampur dengan varietas lain.

Daya adaptasinya yang sangat tinggi, membuat ikan nila banyak dibudidayakan di berbagai daerah. Memang, ikan nila mampu hidup di air tawar, payau, bahkan air laut. Ikan ini juga tahan terhadap perubahan lingkungan, bersifat omnivora, sehingga mampu mencerna berbagai jenis makanan secara efisien. Keunggulan lain ikan nila adalah ketahanan terhadap penyakit yang cukup tinggi.

Daging pada bagian tubuh ikan nila sangat tebal, sehingga cocok untuk dijadikan sebagai fillet atau sayatan daging tanpa tulang. Daging ikan dalam bentuk fillet ini sangat disukai di luar negeri, dan biasanya dimasak dengan berbagai bumbu atau saus, dan dijadikan isi sandwhich.

Para pakar pembudidaya ikan dari FAO menganjurkan kapada penduduk berpenghasilan rendah untuk membudidayakan ikan nila, sehingga dapat memperbaiki gizi keluarga. Memang, anjuran tersebut sangat beralasan, mengingat ikan ini mudah dibudidayakan, cepat berkembang biak, dan dapat dibudidayakan di kolam sempit bahkan comberan. Untuk mengetahui cara membudidayakan ikan nila, lihat pada artikel Budidaya Ikan Nila.

Saat ini, ikan nila yang dibudidayakan di Indonesia terdiri dari berbagai varietas, baik nila hitam, merah, maupun putih. Pembudidayaan ikan nila di Indonesia dilakukan di berbagai daerah dengan kondisi lingkungan berbeda-beda, baik di kolam pekarangan, dengan sistem karamba di sungai-sungai, kolam air deras, dan sistem karamba jaring apung, seperti di waduk Saguling, Cirata, Jatiluhur, Gajahmungkur, Kedungombo, dan Wadaslintang.

ARTIKEL POPULER