HORMON TUMBUHAN ATAU ZPT (ZAT PENGATUR TUMBUH)

Dalam dunia pertanian, penggunaan hormon tumbuhan atau dikenal juga dengan istilah ZPT merupakan faktor pendukung yang dapat memberikan kontribusi besar dalam keberhasilan usaha budidaya pertanian. Namun, penggunaan hormon ini harus dilakukan dengat tepat. Pemahaman mengenai fungsi dan peran hormon terhadap laju pertumbuhan maupun perkembangan tanaman sangat penting. Oleh karena itu, pada artikel ini akan kami uraikan mengenai ZPT (Zat Pengatur Tumbuh) dengan harapan bisa memberikan kontribusi dalam usaha agribisnis pertanian.

APA ITU HORMON TUMBUHAN?

Hormon yang sering disebut juga fitohormon merupakan sekumpulan senyawa organik, baik yang terbentuk secara alami maupun buatan. ZPT dalam kadar sangat kecil mampu menimbulkan suatu reaksi atau tanggapan baik secara biokimia, fisiologis maupun morfologis, yang berfungsi untuk mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, maupun pergerakan taksis tanaman atau tumbuhan baik dengan mendorong, menghambat, atau mengubahnya. "Kadar kecil" yang dimaksud berada pada kisaran satu milimol per liter sampai satu mikromol per liter. ZPT berbeda dengan unsur hara atau nutrisi tanaman, baik dari segi fungsi, bentuk, maupun senyawa penyusunnya.

Secara ilmiah, penggunaan istilah hormon tumbuhan sebenarnya mengadopsi analogi fungsi hormon pada binatang. Dilihat dari cara produksinya, hormon pada tumbuhan berbeda dengan hormon pada binatang yang dihaslkan dari jaringan spesifik berupa kelenjar endokrin, tetapi ZPT ini dihasilkan oleh suatu jaringan nonspesifik, biasanya dari jaringan merismatik, yang dapat diproduksi jika mendapatkan rangsangan. Penyebaraan hormon pada seluruh jaringan tumbuhan bisa terjadi dengan sangat mudah, karena penyebarannya bisa melalui ruang antarsel atau disebut dengan sitoplasma, sehingga dalam penyebarannya tersebut, Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) tidak harus melalui sistem pembuluh pengangkut.

Secara individu, tumbuhan akan memproduksi sendiri hormon setelah mengalami rangsangan. Proses produksi hormon dilakukan secara endogen oleh tumbuhan. Rangsangan yang dapat mempengaruhi produksi hormon misalnya lingkungan. Lingkungan merupakan faktor penting yang dapat memicu tumbuhan untuk memproduksi hormon. Setelah menghasilkan hormon hingga pada ambang konsentrasi tertentu, maka sejumlah gen yang semula tidak aktif akan mulai menunjukkan reaksi sehingga akan menimbulkan perubahan fisiologis pada tumbuhan. Dengan demikian, tumbuhan akan mulai menunjukkan ekpresi atas pengaruh suatu rangsangan yang telah memicu produksi hormon tersebut. Dari sudut pandang evolusi tumbuhan, hormon tumbuhan merupakan suatu mekanisme pertahanan diri terhadap pengaruh-pengaruh yang diterimanya sehingga dapat terus mempertahankan kelangsungan hidup jenisnya.

Selain dapat dipengaruhi hormon yang diproduksinya sendiri, tumbuhan juga dapat dipengaruhi oleh hormon yang diterimanya dari luar. Pemberian ZPT dari luar sistem individu disebut juga dengan hormon eksogen, yaitu dengan memberikan bahan kimia sintetik yang dapat berfungsi dan berperan seperti halnya hormon endogen, sehingga mampu menimbulkan rangsangan dan pengaruh pada tumbuhan seperti layaknya fitohormon alami.

Disisi lain zat pengatur tumbuh dapat berfungsi sebagai prekursor, yaitu senyawa yang dapat mendahului laju senyawa lain dalam proses metabolisme, dan merupakan bagian dari proses genetik tumbuhan itu sendiri. Oleh karena itu, untuk membedakan pengertian hormon pada tumbuhan dengan hormon pada binatang, maka dalam dunia pertanian dipakai istilah Zat Pengatur Tumbuh tumbuhan atau ZPT atau dalam bahasa Inggris disebut plant growth regulator/substances. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kepentingan intensifikasi dalam budidaya di sektor pertanian, maka ZPT banyak digunakan terutama untuk meningkatkan kualitas serta kuantitas hasil produksi.

JENIS HORMON TUMBUHAN




Beberapa fungsi Hormon yang bisa diterapkan dalam dunia pertanian diantaranya ialah:

1. AUKSIN

Hormon Auksin banyak ditemukan pada akar, ujung batang, dan bunga. Fungsi hormon auksin dalam petumbuhan tanaman adalah sebagai pengatur pembesaran sel dan memicu pemanjangan sel di daerah belakang ujung meristem. Auksin berperan penting dalam pertumbuhan, sehingga dapat digunakan untuk memacu kecepatan pertumbuhan tanaman pada budidaya yang dilakukan secara intensif.

Dengan fungsi dan peran penting hormon auksin tersebut, maka dalam dunia pertanian sering digunakan seperti dalam membantu proses pertumbuhan (baik pertumbuhan akar maupun pertumbuhan batang), untuk memecah masa dormansi sehingga dapat mempercepat perkecambahan pada biji, membantu proses pembelahan sel sehingga dapat digunakan untuk mempercepat pembesaran jaringan tumbuhan, mempercepat pemasakan buah, serta untuk mengurangi jumlah biji dalam buah. Hormon auksin akan bekerja secara sinergis dengan dua hormon lain, yaitu sitokinin dan giberelin.

Tumbuhan yang mengalami etiolase atau kekurangan cahaya matahari dan hanya pada salah satu sisinya saja yang mendapat sinar mata hari, maka pertumbuhan sisi yang terkena sinar matahari akan lebih lambat dibanding dengan sisi yang tidak terkena sinar matahari. Hal ini disebabkan kerja hormon auksin terhambat oleh cahaya matahari. Sementara pada sisi tumbuhan yang tidak terkena sinar matahari biasanya akan tumbuh lebih cepat dan lebih panjang, karena hormon ini bekerja dengan optimal dan tidak terhambat oleh pengaruh cahaya matahari. Produksi hormon auksin yang berlebihan tersebut akan cenderung mengarahkan pertumbuhan pada ujung tumbuhan yang tidak terkena matahari menuju ke arah cahaya atau disebut proses fototropisme, sehingga produksi hormon ini dapat dikendalikan oleh individu tumbuhan tersebut.

Dengan pemahaman tersebut, maka dapat dibuat analogi secara sederhana mengenai tumbuhan yang kelebihan hormon auksin. Jika suatu tumbuhan ditempatkan di tempat yang kekurangan sinar matahari, maka pertumbuhannya akan lebih cepat dibanding dengan di tempat terbuka. Bekerjanya hormon auksin pada tumbuhan yang tumbuh dengan kekurangan sinar matahari mengakibatkan pertumbuahan batang yang lebih besar dan panjang dengan warna daun agak kekuningan, dan struktur batang tampak lebih lemah atau lemas. Sedangkan tumbuhan di tempat terbuka, produksi hormon auksin terhambat oleh sinar matahari sehingga pertumbuhannya sedikit terhambat, tetapi memiliki struktur batang yang kokoh dan warna hijau daun yang lebih gelap.

Secara umum, sistem kerja hormon auksin adalah menginisiasi pemanjangan dan pembesaran sel serta memacu protein tertentu yg ada di membran plasma sel untuk memompa ion H+ ke dinding sel. Ion H+ mengaktifkan enzim tertentu sehingga memutuskan beberapa ikatan silang hidrogen dengan rantai molekul selulosa penyusun dinding sel. Sel tumbuhan kemudian memanjang akibat air yang masuk secara osmosis melalui dinding sel. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa auksin merupakan salah satu zat pengatur tumbuh yang banyak mempengaruhi proses fisiologi, seperti pertumbuhan, pembelahan dan diferensiasi sel serta sintesa protein.

Menurut Gardner, dkk., 1991, tumbuhan memproduksi hormon auksin dalam jaringan meristem aktif, yaitu jaringan tumbuhan yang memiliki sel aktif yang dapat membelah dengan cepat. Jaringan meristem pada tumbuhan, misalnya tunas di ketiak daun, pucuk tanaman, daun muda, dan buah. Setelah diproduksi dalam jaringan tersebut, auksin akan menyebar ke seluruh bagian tumbuhan dengan arah penyebaran dari bagian atas tumbuhan ke bagian bawah hingga mencapai titik tumbuh akar. Penyebaran auksin tersebut melalui jaringan pembuluh tapis (floem) atau jaringan parenkhim. Auksin merupakan hormon yang juga dikenal dengan istilah Indole Acetic Acid (IAA), atau asam indolasetat, sebagai auksin utama pada tanaman, yang mengalami proses biosintesis dari asam amino prekursor triptopan, dengan hasil perantara sejumlah substansi yang secara alami mirip auxin (analog) tetapi mempunyai aktifitas lebih kecil dari IAA seperti IAN (Indolaseto nitril), TpyA (Asam Indolpiruvat) dan IAAld (Indolasetatdehid). Proses biosintesis auxin dibantu oleh enzim IAA-oksidase.

IAA atau C10H9O2N, sebagai rumus kimia auksin, merupakan hasil isolasi yang dilakukan pada tahun 1928, dengan menggunakan tepung sari bunga yang tidak aktif. Dengan ditemukannya IAA, maka untuk perkembangan selanjutnya seiring dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dapat diciptakan auksin sintesis, seperti Amiben atau Kloramben (Asam3-amino2, 5–diklorobenzoat), Hidrazil atau 2,4-D (asam-Nattalenasetat), Bonvel Da2, 4-Diklorofenolsiasetat), Pikloram/Tordon (asam4–amino–3,5,6–trikloro–pikonat), dan NAA (asam (asam 3,6-Dikloro-O-anisat/dikambo).

Fungsi auksin dalam pertumbuhan tanaman

  • Pemberian auksin pada biji atau benih akan memecah dormansi dan akan merangsang proses perkecambahan biji. Perendaman biji/benih dengan auksin juga dapat meningkatkan kuantitas hasil panen.
  • Memacu proses terbentuknya akar serta pertumbuhan akar dengan lebih baik.
  • Auksin akan merangsang dan mempertinggi prosentase timbulnya bunga dan buah.
  • Merangsang terjadinya proses Partenokarpi. Partenokarpi adalah suatu kondisi dimana tumbuhan mampu membentuk buah tanpa proses fertilisasi atau penyerbukan, sehingga dengan pemberian hormon auksin dapat menghasilkan buah tanpa biji.
  • Mengurangi gugurnya buah sebelum waktunya.
  • Memecah dormansi pucuk/apikal, yaitu suatu kondisi dimana pucuk tumbuhan atau akar tidak mau berkembang.

2. SITOKININ

Hormon sitokinin berperan penting dalam merangsang pembelahan sel tumbuhan. Sitokonin berasal dari kata cytokinin yang berarti terkait dengan pembelahan sel. Senyawa dari hormon sitokinin yang pertama kali ditemukan adalah kinetin. Pada awalnya, kinetin diperoleh dari ekstrak sperma burung bangkai, namun kemudian diketahui bahwa kinetin juga bisa ditemukan pada manusia dan tumbuhan. Selain kinetin, senyawa lain yang dapat berfungsi sebagai hormon sitokinin adalah zeatin. Zeatin bisa diperoleh dari ekstrak biji jagung yang masih muda. Kemudian pada perkembangan berikutnya, zeatin juga diketahui sebagai komponen aktif utama pada air kelapa. Dengan demikian, air kelapa juga memiliki kemampuan untuk merangsang pembelahan sel. Sitokinin alami lain misalnya adalah 2iP. Sitokinin alami merupakan turunan dari purin. Sitokinin sintetik kebanyakan dibuat dari turunan purin pula, seperti N6-benziladenin (N6-BA) dan 6-benzilamino-9-(2-tetrahidropiranil-9H-purin) (PBA).

Fungsi sitokinin bagi pertumbuhan tanaman

  • Memacu pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan dengan merangsang proses pembelahan dan pembesaran sel.
  • Merangsang perkecambahan dengan memecah fase dormansi pada biji, sehingga pertumbuhan bibit dapat berlangsung dengan cepat.
  • Memacu pertumbuhan tunas-tunas baru.
  • Hormon sitokinin dapat menunda penuaan pada hasil panen, sehingga daya tahan hasil panen lebih lama.
  • Menaikkan tingkat mobilitas unsur-unsur dalam tumbuhan.
  • Sintesis pembentukan protein akan meningkat dengan pemberian hormon sitokinin.

3. GIBERELIN

Jenis hormon yang mempunyai kemiripan sifat dengan auksin ini merupakan zat pengatur tumbuh yang dapat ditemukan pada hampir semua siklus hidup tumbuhan. Giberelin sering disebut dengan GA (gibberellic acid) atau asam giberelat.

Dalam tumbuhan, melalui xilem dan floem hormon giberelin (GA) ditransportasikan ke seluruh bagian tumbuhan. Giberelin banyak dijumpai pada tumbuhan paku, jamur, lumur, gymnospermae, dan angiospermae (terdapat pada biji muda, pucuk batang, ujung akar, dan daun muda).

Zat pengatur tumbuh ini dapat ditemukan dalam dua fase utama yaitu giberelin aktif (GA Bioaktif) dan giberelin nonaktif. GA bioaktif inilah yang mengontrol pertumbuhan dan perkembangan seluruh tumbuhan baik akar, daun maupun batang tanaman, seperti pengembangan benih, perkecambahan biji, pertumbuhan tunas, pertumbuhan daun, merangsang pembungaan, perkembangan buah, perpanjangan batang, serta deferensiasi akar.

Pemberian giberelin di bawah tajuk tumbuhan dapat meningkatkan laju fotosintesis. Daun tumbuhan berkembang secara signifikan karena hormon ini memacu pertumbuhan daun, terjadi peningkatan pembelahan sel dan pertumbuhan sel yang mengarah pada perkembangan daun. Selain itu juga memacu pemanjangan batang tumbuhan.

4. ETILENA/ETENA/GAS ETILEN

Zat pengatur tumbuh (ZPT) ini adalah satu-satunya hormon yang hanya terdiri dari satu substansi saja, yaitu etena. Etena atau etilena ini merupakan senyawa alkena yang paling sederhana karena hanya terdiri dari 2 atom karbon, dan 4 atom hidrogen. Unsur-unsur ini terhubung oleh ikatan rangkap. Adanya ikatan rangkap penghubung inilah etena juga disebut sebagai olefin (hidrokarbon tak jenuh). Pada tumbuhan, senyawa etilen dijumpai dalam bentuk gas sehingga disebut juga sebagai gas etilen. Pada buah, proses pembusukan mengeluarkan gas ini, karena gas etilen dihasilkan oleh tumbuhan untuk melakukan proses senesens. Proses senesens merupakan proses penuaan yang irreversible (tidak dapat kembali), akhirnya menuju pembusukan. Selain etilen berperan dalam pematangan buah, gas etilen juga berperan dalam pengguguran daun.

Dalam pertumbuhan, etilen mempunyai banyak fungsi, yaitu membantu pemasakan buah, memacu pembungaan, merangsang pemekaran bunga, merangsang pertumbuhan akar dan batang tumbuhan, merangsang absisi (pengguguran) buah dan daun, memacu perkecambahan biji, menghambat pemanjangan batang kecambah, memperkokoh pertumbuhan batang tumbuhan, serta mengakhiri masa dormansi.
Bersama-sama dengan giberelin, etilen berfungsi dalam mengatur perbandingan bunga jantan dan betina pada tumbuhan berumah satu.

Sebetulnya para petani sudah sering memanfaatkan etena dalam kehidupan sehari-hari, seperti pada saat melakukan pemeraman buah.
Bahkan dalam beberapa masalah mereka juga menggunakan etilen sintetik seperti ethephon (asam 2-kloroetil-fosfonat) dengan merk dagang Ethrel untuk membantu pemasakan cabe, beta-hidroksil-etilhidrazina (BOH) untuk memacu pembentukan bunga pada tanaman nanas, maupun pengarbitan buah untuk mempercepat proses pemasakan.

5. TRIAKONTANOL

Triakontanol (TRIA) merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, terdiri dari 30 karbon dan merupakan alkohol primer jenuh.
ZPT ini berpotensi meningkatkan hasil tanaman, meskipun mekanisme kerjanya belum sepenuhnya diketahui. Pada berbagai penelitian, triakontanol berfungsi meningkatkan rasio gula asam pada budidaya jeruk, serta mampu meningkatkan produksi teh.
Penyemprotan hormon triakontanol dengan konsentrasi rendah pada daun kecambah seperti pada tanaman jagung, tomat, padi menunjukkan peningkatan pertumbuhan.

6. INHIBITOR

Inhibitor merupakan salah satu jenis zpt yang menghambat atau menurunkan laju reaksi kimia, tersebar di setiap organ tumbuhan, dan menghambat pertumbuhan batang. Pada fase dormansi inhibitor bekerja dengan baik. Hormon jenis ini juga ditemukan pada fase pertumbuhan pucuk tumbuhan dan fase perkecambahan.

Tumbuhan akan membentuk inhibitor secara alami yang disebut dengan asam ABA (Asam absisat). Meskipun demikian penambahan hormon juga dihasilkan oleh cendawan dan alga hijau. Asam absisat memiliki 15 atom karbon dan merupakan molekul seskuiterpenoid.
Penerapan hormon inhibitor dalam budidaya pertanian adalah ketika akan mencegah pertunasan baru dan memperbesar umbi tanaman. Diharapkan dengan ZPT ini, pertumbuhan umbi menjadi optimal. Penggunaan inhibitor banyak dimanfaatkan petani untuk membantu mengoptimalkan hasil tanaman berumbi seperti pada budidaya kentang, budidaya bawang, dan sejenisnya.

7. PACLOBUTRAZOL

Paclobutrazol merupakan salah satu jenis hormon yang berfungsi menghambat biosistesis giberelin. Pemakaian hormon ini dapat membantu pohon berbuah di luar musim. Pertumbuhan vegetatif tanaman terhambat yang akhirnya memacu pertumbuhan generatif. Pohon berhenti tumbuh (terhambat) diikuti munculnya kuncup bunga yang akhirnya menghasilkan buah.

EFEKTIFITAS PEMAKAIAN PESTISIDA

Pestisida kimiawi hingga saat ini masih dianggap sebagai satu-satunya senjata pamungkas oleh para pelaku budidaya untuk menghadapi serangan OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) karena kompleksnya permasalahan-permasalahan yang sering dijumpai di lapangan.

BAGAIMANA MENGGUNAKAN PESTISIDA SECARA EFEKTIF?

Para pemakai pestisida, sekalipun sudah sangat akrab dengan pestisida, bahkan tingkat ketergantungannya sangat tinggi, di lapangan masih banyak dijumpai kesalahan-kesalahan pemakaian pestisida. Karena pengetahuan mereka tentang pestisida masih sangat kurang.

Penggunaan pestisida harus seefisien dan seefektif mungkin, agar biaya produksi dapat ditekan seminimal mungkin karena seperti kita ketahui harga pestisida sangat mahal di pasaran. Di samping itu, penggunaan tidak tepat dapat berdampak negatif bagi manusia, karena pestisida mengandung bahan aktif yang berbahaya bagi kesehatan, dapat menyebabkan keracunan pestisida yang berujung pada kematian, untuk itu penggunaan pestisida harus terukur. Lebih dari itu, pemakaian pestisida secara berlebihan juga menyebabkan hama penyakit menjadi kebal terhadap bahan aktif tertentu sehingga menyebabkan kesulitan dalam pengendalian hama penyakit tanaman. Sebagai petani, ada hal-hal yang perlu diketahui untuk menghemat pemakaian pestisida terutama berkaitan dengan penekanan biaya produksi, diantaranya :

Pilih Jenis Pestisida Tepat Sasaran




Ketahuilah terlebih dahulu OPT yang sedang menyerang tanaman, karena jenis dan cara OPT merusak tanaman sangat menentukan jenis formulasi dan cara kerja pestisida yang sebaiknya dipilih. Disarankan menggunakan pestisida berspektrum sempit.

Kenali Bahan Aktif Pestisida

Pilihlah pestisida paling murah. Satu bahan aktif pestisida mempunyai merk dagang yang beraneka ragam dan harga yang berbeda-beda, padahal fungsinya sama. Kenali bahan aktif dan dosis pemakaian yang tertera pada kemasan.

Berikut ini cara memilih dua merk dagang pestisida berbahan aktif sama dengan dosis dan harga yang berbeda. Misal :

Pestisida A : Harga Rp. 200.000 dosis 2ml/lt kemasan 100ml
Pestisida B : Harga Rp. 230.000 dosis 1,5ml/lt kemasam 100ml

Cara memilih :

Harga pestisida A per ml adalah Rp. 2000
Harga pestisida B per ml adalah Rp. 2300

Kalau kita menggunakan sprayer berkapasitas 25 lt, berarti :

Pestisida A : 2ml x 25 x Rp. 2000 = Rp. 100.000
Pestisida B : 1,5ml x 25 x Rp. 2300 = Rp. 86.250

Jadi, harga Pestisida B lebih murah daripada harga pestisida A karena dosisnya lebih rendah, meskipun sekilas tampak lebih mahal pestisida B (Rp. 230.000) daripada pestisida A (Rp. 200.000).

Pencegahan Kekebalan

Penyemprotan pestisida harus dilakukan berseling baik bahan aktif maupun cara kerjanya, jangan menggunakan bahan aktif pestisida yang sama secara berturut-turut karena akan menimbulkan kekebalan pada OPT. Gantilah bahan aktif pestisida setiap kali penyemprotan pestisida.

Gunakan Dosis Yang Tepat

Dosis/konsentrasi pemakaian pestisida dapat dilihat pada kemasan dari merk pestisida yang digunakan, gunakan dosis terendah terlebih dahulu kemudian tingkatkan sesuai dengan umur tanaman dan perkembangan di lapangan. Untuk menghemat biaya produksi gunakan gelas ukur atau takaran yang tepat. Jangan meningkatkan dosis yang lebih tinggi dari petunjuk di kemasan pestisida karena tidak akan meningkatkan efektifitas pengendalian tetapi justru dapat merusak dan meracuni tanaman, dan bahkan akan mempertinggi tingkat kekebalan OPT terhadap bahan aktif pestisida. Jika hama penyakit tanaman tidak terkendali baru tingkatkan secara perlahan dan terukur dan ganti bahan aktif yang berbeda (bukan merk dagang yang berbeda). Sekalipun melakukan peningkatan dosis/konsentrasi, penyemprotan pestisida harus dilakukan secara berseling (penggunaan bahan aktif yang berbeda-beda setiap kali melakukan penyemprotan).

Waktu Aplikasi Pestisida yang Tepat

Waktu yang baik untuk penyemprotan pestisida adalah pagi dan sore hari. Hindari sinar matahari terik dan cuaca mendung agar penyemprotan pestisida lebih efektif.

TEKNIK GRAFTING SAWO

Grafting yaitu teknik penyambungan antara batang atas (scion) varietas sawo berkualitas dengan batang bawah (root stock) dari tanaman sefamili yang lebih tahan serangan hama penyakit maupun kekeringan. Untuk melakukan grafting pada tanaman keras, perlu diperhatikan kualitas kedua tanaman, baik bagian atas maupun bagian bawahnya. Pada dasarnya, cara menyambung tanaman mempunyai tujuan untuk menghasilkan bibit tanaman yang unggul sehingga secara teknik penyambungan (grafting) tanaman dicari bagian atas berkualitas, berbuah lebat (produktifitas tinggi), rasanya enak (manis), dll yang memiliki sifat unggul lainnya sekalipun rentan terhadap serangan penyakit terutama penyakit akar. Sedangkan bagian bawah dipilih tanaman dengan perakaran yang kuat, tahan serangan hama penyakit, serta kokoh sehingga mampu menopang buah yang lebat. Berikut ini beberapa pilihan varietas sawo sebagai referensi untuk melakukan grafting atau penyambungan dua pohon, sebaiknya disesuaikan dengan kondisi lingkungan setempat untuk dihasilkan bibit yang optimal.

VARIETAS SAWO

Sawo Manila (Manilkara zapota)

Pohon berumur panjang, besar dan rindang. Pohon ini bercabang rendah dengan batang berkulit kasar berwarna coklat kehitaman. Buahnya bersisik kasar coklat dan mudah mengelupas, bertangkai pendek, kulit buah tipis, daging buah manis, lembut kadang memasir berwarna coklat kemerahan sampai kekuningan.
Sawo ini baik ditanam di ketinggian 0-2500 mdpl. Tahan terhadap kekeringan, berbunga dan berbuah sepanjang tahun, akan tetapi pada umumnya terdapat satu atau dua musim berbuah puncak.

Sawo Duren (Sapotaceae)




Sawo jenis ini sering dikenal dengan nama sawo apel, sawo ijo atau apel ijo. Pertumbuahan tanaman relatif cepat, tinggi hingga 30 m, dengan batang berkayu, silindris, tegak, pepagan berpermukaan kasar berwarna cokelat, abu-abu gelap sampai keputihan. Buah berbentuk bulat hingga bulat telur sungsang, kulit buah agak tebal, liat, licin mengkilap berwarna coklat keunguan atau hijau kekuningan sampai keputihan. Daging buah putih atau keunguan, lembut dan banyak mengandung sari buah, manis.

Sawo Mentega (Pouteria campechiana)

Sawo jenis ini sering dikenal dengan nama sawo ubi. Pohon berukuran sedang, tinggi 20 m. Buah berbentuk gelendong, bulat telur, bulat telur sungsang, sampai membulat, berkulit tipis, licin seperti berlilin, kaku, dan berwarna kuning bila masak. Daging buah berwarna kuning, lembap atau agak kering menepung, berbau harum agak samar, manis.

Sawo Kecik (Manilkara kauki)

Pohon berukuran sedang, tinggi 15-20 m, tahan kekeringan. Biasanya berfungsi sebagai tanaman hias dan pelindung. Baik ditanam pada dataran rendah hingga sedang.

Sawo Tanjung (Mimusops elengi)

Pohon berukuran sedang, tinggi 15m, berbunga harum semerbak dan bertajuk rindang, biasa ditanam di taman-taman dan pinggir jalan, tahan kekeringan. Biasanya berfungsi sebagai tanaman hias dan pelindung. Buah kecil-kecil berwarna kuning keungu-unguan, berbentuk gelendong, bulat telur panjang, dan jarang dimakan.

CARA MELAKUKAN GRAFTING

Teknik atau cara melakukan grafting atau penyambungan pada pohon sawo sebenarnya sangat mudah, hanya saja kebiasaan dan rutinitas praktek saja yang menentukan tingkat keberhasilan. Adapun caranya dengan memilih tanaman yang akan dijadikan batang atas (tanaman produktif) dan bawah (tanaman tahan) dengan ukuran sama. Perhatikan cara melakukan grafting berikut ini:

Batang Bawah

Potonglah ujung batang setinggi 20 cm dari permukaan tanah dengan pisau tajam dan steril. Kemudian sayat membentuk huruf V sepanjang 5cm. Bagian ini siap menerima sambungan dari batang atas.

Batang Atas

Potong tanaman batang atas setinggi 15 cm dari ujung tanaman. Sayat hingga pangkal batangnya meruncing. Batang atas ini segera disisipkan pada batang bawah.

Pertemuan antara batang atas dengan batang bawah diikat menggunakan tali rafia atau seal tape menutupi luka sayatan.
Tutup bagian bagian atas dengan plastik seperlunya sebagai tudung. Setelah 10 hari tudung dibuka. Bila sambungan tetap segar berwarna hijau berarti berhasil.

PETUNJUK APLIKASI PESTISIDA

Pestisida adalah suatu bahan yang digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu. Dalam dunia pertanian, pestisida memegang peranan penting demi terwujudnya pencapaian sasaran yang telah ditetapkan. Hampir semua sektor pertanian, terutama sektor budidaya tanaman, baik hortikultura maupun tanaman panggan, menggunakan pestisida sebagai salah satu sarana pengendalian organisme pengganggu tanaman atau OPT, bahkan banyak para petani yang bergantung pada peran pestisida. Namun, penggunaan secara tidak terukur dan tidak memahami cara kerja pestisida yang digunakan justru dapat membahayakan lingkungan dan kesehatan, baik pengguna maupun konsumen dari produk pertanian yang bersangkutan. Oleh karena itulah, artikel ini sengaja kami buat dengan harapan dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat dalam dunia pertanian.

Klik untuk melihat DAFTAR BAHAN AKTIF PESTISIDA

CARA KERJA PESTISIDA

Racun Kontak

Pestisida jenis ini akan bekerja dengan baik jika terkena atau kontak langsung dengan OPT sasaran. Untuk jenis insektisida, penggunaan racun kontak sangat efektif untuk mengendalikan serangga yang menetap, seperti ulat, kutu daun, dan semut. Racun ini kurang bekerja baik terhadap serangga-serangga yang mempunyai mobilitas tinggi, seperti lalat buah, kutu kebul, dan belalang.

Racun Pernapasan

Cara kerja racun pernapasan hanya ada pada insektisida dan akan bekerja jika terhisap melalui organ pernafasan. Waktu penyemprotan paling efektif adalah ketika hama sasaran sedang berada pada puncak aktifitasnya, sehingga dengan pernapasan yang semakin cepat maka semakin banyak pula racun yang dihisap.

Racun Perut atau Racun Lambung

Racun dalam pestisida jenis ini akan bekerja jika bagian tanaman yang sudah disemprot termakan oleh hama/serangga sasaran. Beberapa rodentisida dan insektisida bekerja dengan cara ini.

Racun Sistemik

Pestisida jenis ini akan bekerja jika racun yang disemprotkan ke bagian tanaman sudah terserap masuk ke dalam jaringan tanaman baik melalui akar maupun daun sehingga dapat membunuh OPT yang berada di dalam jaringan tanaman, seperti bakteri/fungi. Pada insektisida sistemik, serangga akan mati kalau sudah memakan atau menghisap cairan tanaman yang sudah menyerap racun. Cairan atau bagian tanaman yang dimakan akan menjadi racun lambung bagi serangga. Racun sistemik sangat cocok untuk mengendalikan serangga penghisap atau serangga yang sulit dikendalikan menggunakan racun kontak.

Herbisida Purnatumbuh dan Pratumbuh

Pada herbisida purna tumbuh hanya akan bekerja pada bagian tanaman yang sudah memiliki organ sempurna, seperti akar, batang, dan daun. Sedangkan herbisida pra tumbuh akan mematikan biji gulma yang belum berkecambah.

FORMULASI PESTISIDA




Water Dispersable Granule (WDG)

Bentuk butiran halus, merupakan formulasi kering yang mudah dilarutkan dalam air. Tetapi formulasi ini dalam air agak kurang stabil sehingga mudah mengendap.

Emulsifiable Concentrate (EC)

Dibentuk dengan mencampurkan bahan aktif pestisida yang hanya larut dalam minyak dengan penambahan emulsi. Dengan demikian bahan aktif yang hanya larut dalam minyak dapat larut dalam air dan membentuk cairan seperti susu. Formulasi ini sangat stabil sehingga tidak dibutuhkan pengadukan berulang-ulang.

Salt Concentrate (SC)

Dibentuk dengan menggabungkan bahan aktif dari turunan (derifatif) garam dengan air. Bersifat cepat larut dan menyebar merata dalam air.

Wettable Powder (WP)

Dibentuk dari bahan aktif dengan daya larut rendah dan mengandung bahan tambahan (filler). Bahan aktif direkatkan pada bahan tambahan dengan bahan perekat.

Granule (G)

Berbentuk butiran padat dengan ukuran bervariasi sehingga formulasi ini mudah ditebarkan. Merupakan campuran antara bahan aktif dengan butiran yang mampu mengikat ion, seperti butiran liat atau vermikulit, atau dengan cara melapisi bahan aktif dengan polimer seperti kapsul.

Ultra Low Volume (ULV)

Formulasi ini berbentuk cair dengan kandungan bahan aktif sangat tinggi. Dirancang untuk disemprotkan dengan alat khusus, yaitu ULV.

KARAKTERISTIK PESTISIDA

Efektifitas Pestisida

Merupakan daya bunuh pestisida terhadap OPT. Pestisida yang baik memiliki daya bunuh yang cukup untuk mengendalikan OPT dengan dosis rendah sehingga memperkecil dampat buruk terhadap lingkungan.

Selektifitas

Merupakan kemampuan pestisida membunuh beberapa jenis organisme. Disarankan untuk menggunakan pestisida yang bersifat selektif atau berspektrum sempit. Dimana pestisida tersebut hanya membunuh OPT sasaran tanpa membahayakan organisme lain termasuk musuh alami OPT.

Fototoksisitas

Merupakan suatu efek samping aplikasi pestisida yang dapat menimbulkan keracunan bagi tanaman, ditandai dengan pertumbuhan abnormal setelah aplikasi pestisida. Oleh karena itu tidak boleh menggunakan pestisida secara tidak terukur atau berlebihan.

Residu Pestisida

Adalah kemampuan pestisida bertahan dalam bentuk racun setelah penyemprotan. Residu terlalu lama akan berbahaya bagi manusia dan lingkungan, sedangkan residu yang terlalu pendek akan mengurangi efektifitas pestisida dalam pengendalian OPT.

Persistensi

Kemampuan pestisida bertahan dalam bentuk racun di dalam tanah. Pestisida yang memiliki persistensi tinggi akan sangat berbahaya bagi lingkungan.

Resistensi

Merupakan kekebalan OPT terhadap pestisida. Pestisida yang memiliki potensi resistensi tinggi sebaiknya tidak digunakan. Untuk mencegah resistensi pada hama/penyakit terhadap salah satu jenis pestisida, sebaiknya dilakukan penggantian bahan aktif setiap kali aplikasi pestisida.

LD 50 atau Lethal Dosage 50%

Besarnya dosis yang dapat mematikan 50% dari jumlah mamalia percobaan. Pestisida yang memiliki LD 50 tinggi berarti hanya dengan dosis yang sangat tinggi pestisida tersebut dapat mematikan mamalia. Dalam penerapan PHT disarankan untuk memilih pestisida dengan LD 50 tinggi.

Kompatibilitas

Adalah kesesusaian antara satu jenis pestisida untuk dicampur dengan pestisida lain tanpa menimbulkan dampak negatif dari pencampuran itu.

PERJALANAN PESTISIDA SETELAH PENYEMPROTAN

Setelah melakukan penyemprotan, maka pestisida akan terkena pengaruh lingkungan. Dengan mengetahui pengaruh yang akan terjadi setelah pestisida disemprotkan, maka akan sangat membantu untuk membuat program penyemprotan sehingga pemakaian pestisida bisa mengikuti prinsip 4 tepat.

Setelah penyemprotan, kemungkinan pertama yang akan terjadi adalah tiupan angin terhadap kabut semprot, sehingga pestisida akan jatuh di tempat yang tidak diharapkan. Walaupun kabut semprot dapat mengenai sasaran, tetapi sebarannya sudah tidak merata, atau terlalu banyak kabut semprot yang terbuang, sehingga terjadi pemborosan pestisida. Kalau hal ini terjadi pada herbisida, maka tanaman utama akan beresiko terkena kabut semprot. Oleh karena itu disarankan penyemprotan tidak dilakukan saat angin bertiup kencang. Kemungkinan lain yang akan terjadi adalah :
  1. Run off, sebagian kabut semprot yang membasahi daun akan mengalir dan jatuh ke tanah, tetesan pestisida yang jatuh ke tanah ini berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan.
  2. Penguapan, sebaiknya penyemprotan tidak dilakukan saat matahari terik.
  3. Fotodekomposisi, penguraian pestisida menjadi bentuk tidak aktif karena pengaruh cahaya, sehingga efektifitas pestisida berkurang.
  4. Penyerapan oleh partikel tanah, menyebabkan tertimbunnya sisa pestisida di dalam tanah sehingga menyebabkan pencemaran tanah. Selain itu penyerapan oleh tanah juga akan menurunkan efektifitas pestisida yang memang ditujukan untuk mengendalikan OPT yang terdapat di dalam tanah.
  5. Pencucian pestisida oleh air hujan dan terbawa ke dalam lapisan tanah bagian bawah sehingga mencemari sumber air tanah.
  6. Reaksi kimia, yaitu perubahan molekul pestisida menjadi bentuk tidak aktif atau tidak beracun.
  7. Perombakan oleh mikroorganisme, bahan pembentuk pestisida setelah jatuh ke tanah akan menjadi bagian tubuh mikroorganisme.

PETUNJUK PENCAMPURAN PESTISIDA

  1. Jangan mencampur pestisida di tempat tertutup, lakukan pencampuran di tempat terbuka.
  2. Jangan menyimpan campuran pestisida, pencampuran pestisida dengan air hanya dilakukan saat penyemprotan.
  3. Gunakan air bersih dan tidak mengandung kotoran yang dapat menyumbat nozel.
  4. Masukkan air terlebih dahulu ke dalam tangki, baru pestisida dimasukkan dan diaduk.
  5. Jangan menggunakan pestisida yang terlalu lama disimpan dan sudah mengalami perubahan fisik, seperti terbentuknya garam di sekitar tutup botol atau terjadi perubahan warna.
  6. Jangan melakukan pencampuran pestisida satu dengan lainnya jika belum yakin bahwa kedua jenis pestisida tersebut dapat dicampur. Lakukan pengetesan, jika setelah pencampuran dua jenis pestisida terbentuk endapan, atau terbentuk lapisan yang tidak menyatu, seperti minyak dengan air, atau seperti santan pecah, maka kedua jenis pestisida tersebut tidak kompatible untuk dicampur.
  7. Jangan mencampur 2 pestisida atau lebih yang mempunyai cara kerja sama, sebagai contoh: Racun pernafasan dengan racun pernafasan, kontak dengan kontak atau sistemik dengan sistemik.
  8. Jangan mencampur 2 pestisida atau lebih dalam satu golongan, sebagai contoh: piretroid dengan piretroid atau karbamat dengan karbamat.
  9. Buatlah campuran pestisida sesuai perhitungan luas areal yang akan disemprot.
  10. Jangan meningkatkan dosis atau konsentrasi lebih tinggi dari kisaran yang tertera pada label. Jika pada dosis atau konsentrasi tertinggi sesuai yang tercantum pada kemasan suatu pestisida tidak lagi efektif mengendalikan OPT sasaran, maka disarankan untuk mengganti dengan bahan aktif yang berbeda.

PENGGUNAAN SURFAKTAN ATAU LEM

Penggunaan surfaktan sangat diperlukan dalam aplikasi pestisida. Permukaan daun yang memiliki lapisan lilin atau bulu-bulu halus menyebabkan kabut semprot tidak dapat melapisi secara sempurna. Oleh karena itu pemakaian surfaktan sangat disarankan pada budidaya yang berorientasi keuntungan. Surfaktan berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan air, sehingga kabut semprot yang jatuh di atas permukaan daun tidak membentuk butiran, tetapi menyebar ke seluruh permukaan daun. Selain itu surfaktan juga berfungsi sebagai perekat.

DAFTAR BAHAN AKTIF PESTISIDA

Berikut ini kami sajikan informasi mengenai bahan aktif pestisida, untuk memudahkan para petani dalam membeli pestisida dengan mengenal bahan aktifnya. SEMOGA BERMANFAAT!

BAHAN AKTIF
JENIS
BAHAN AKTIF

GOLONGAN
Abamektin
Insektisida
Akarisida
Amidin,
Avermectin
Alfametrin
(Alfasipermetrin)

Insektisida

Piretroid
Almunium fosetil
Fungisida
Organofosfat
Amitraz
Insektisida
Akarisida
Amidin
Amorphous
Insektisida
Difenil
Asam fosfit
Fungisida
-
Asam oksoklinik
Bakterisida
Antibiotik
Asam tolklofos
Fungisida
Pirimidin
Asefat
Insektisida
Organofosfat
Asetamiprid
Insektisida
Piridin
Asibensolar-s-metil
Fungisida
Tiadiazol
Azakonazol
Fungisida
Triazol
Azoksistrobin
Fungisida
Pirimidin
Belerang
Fungisida
Anorganik
Benfukarb
Insektisida
Karbamat
Benomil
Fungisida
Benzimidazol,
MBC
Bensultap
Insektisida
Tiofulfonat
Betasiflutrin
Insektisida
Piretroid
Betasipermetrin
Insektisida
Piretroid
Bifentrin
Insektisida
Piretroid
Bisultap
Insektisida
Neristoksin
BPMC (fenobukarb)
Insektisida
Karbamat
Bupirimat
Fungisida
Pirimidin
Buprofezin
Insektisida
Tiadiazin
Deltametrin
Insektisida
Piretroid
Diafentiuron
Insektisida
Tiourea
Diazinon
Insektisida
Organofosfat
Difenokonazol
Fungisida
Azol
Diflubenzuron
Insektisida
Urea
Diklorfos
Insektisida
Organofosfat
Dikofol
Insektisida
Akarisida
Organoklor,
difenil
Dimehipo
Insektisida
Neristoksin
Dimetoat
Insektisida
Organofosfat
Dimetomorf
Fungisida
Morfolin
Dimikonazol
Fungisida
Triazol
Dinotefuran
Insektisida
Tiosulfonat
Emamektin benzoat
Insektisida
Avermectin
Endosulfan
Insektisida
Organoklorin
Epoksikonazol
Fungisida
Diskarboksimid
Esfenfalerat
Insektisida
Piretroid
Etion
Insektisida
Organofosfat
Etiprol
Insektisida
Organofosfat
Etofenproks
Insektisida
Difenil
Fenamidon
Fungisida
Ditiokarbamat,
organomangan,
organoseng
Fenarimol
Fungisida
Pirimidin
Fenbukonazol
Fungisida
Triazol
Fenfalerat
Insektisida
Piretroid
Fenitrotion
Insektisida
Organofosfat
Fenpiroksimat
Akarisida
Pirazol
Fenpropatrin
Insektisida
Akarisida
Amidin,
piretroid
Fention
Insektisida
Organofosfat
Fentoat
Insektisida
Organofosfat
Fipronil
Insektisida
Fenil-pirazol
Flufenoksuron
Insektisida
Urea
Flusilazol
Fungisida
Triazol,
organosilikon
Flutalonil
Fungisida
Anilida,
trifluorometil
Folpet
Fungisida
Ftalimid,
organoklor
Formotion
Insektisida
Organofosfat
Ftalida
Fungisida
Asam ftalat
Gammasihalotrin
Insektisida
Piretroid,
trifenorometil
Heksaflumuron
Insektisida
Bensoyl,
urea
Heksakonazol
Fungisida
Triazol
Heksitiazoks
Insektisida
Tiozolidin
Imidakloprid
Insektisida
Nitroimidazolidin,
neonikotinoid
Iminoktadin
Fungisida
Diskarboksimid
Iprodion
Fungisida
Diskarboksimid
Iprovalikarb
Fungisida
Karbamat
Isoksation
Insektisida
Organofosfat,
azoksazol
Kaptan
Fungisida
Ftalimid
Karbaril
Insektisida
Karbamat
Karbendazim
Fungisida
Benzimidazol,
MBC
Karbofuran
Insektisida
Karbamat
Karbosulfan
Insektisida
Akarisida
Karbamat,
organofosfat
Kartophidrokloroda
Insektisida
Karbamat
Kasugamisin
Fungisida
Bakterisida
Antibiotik
Klofentezim
Insektisida
Tetrazin
Klorfenapil
Insektisida
Pirol

Klorfluazuron

Insektisida
Urea,
trifluorometil
Klorotalonil
Fungisida
Kloronitile
Klorpirifos
Insektisida
Organofosfat,
piridin
Lamdasihalotrin
Insektisida
Piretroid
Lufenuron
Insektisida
Trifluorometil,
urea
Malation
Insektisida
Organifosfat
Maneb
Fungisida
Ditiokarbamat,
organomangan
Mankozeb
Fungisida
Ditiokarbamat,
organomangan,
organomangan
Mefenoksam
Fungisida
Pirimidin
Merkaptodimetur
Insektisida
Karbamat
Metaflumizon


Metalaksil
Fungisida
Asilalanin
Metalaksil-M
Fungisida
Asilalanin
Metalkarb
Insektisida
Karbamat
Metidation
Insektisida
Orgabofosfat,
tiadiazol
Metil tiofanat
Fungisida
Karbamat,
benzimidazol,
MBC
Metipren
Insektisida
Juvenile,
homone,
mimic
Metiram
Fungisida
Ditiokarbamat,
organoseng
Metoksifenoksida
Insektisida
Diazilhidrazin
Metomil
Insektisida
Karbamat
Mikobutanil
Fungisida
Triazol
MIPC (isopokarb)
Insektisida
Karbamat
Monosultap
Insektisida
Neriktoksin
Novaluron
Insektisida
Benzoyl,
urea
Oksitetrasiklin
Bakterisida
Antibiotik
PCNB quintozin)
Fungisida
Quintizin
Permetrin
Insektisida
Piretroid
Pimetrozin
Insektisida
Triazin
Piraklofos
Insektisida
Organofosfat
Piridaben
Insektisida
Phridazinon
Piridafention
Insektisida
Organofosfat
Pirimifos metil
Insektisida
Organofosfat,
pirimidin
Poksim
Insektisida
Organofosfat,
nitrila
Profenofos
Insektisida
Organofosfat
Prokimidon
Fungisida
Anilida,
diskarboksimid
Propaksur
Insektisida
Karbamat
Propamokarb hidroklorida
Fungisida
Karbamat
Propargit
Akarisida
Fenoksi
Propikonazol
Fungisida
Triazol
Propineb
Fungisida
Karbamat,
organoseng
Protiofos
Insektisida
Organofosfat
Siflutrin
Insektisida
Piretroid
Simoksanil
Fungisida
Urea
Sipermetrin
Insektisida
Piretroid
Siprokonazol
Fungisida
Triazol
Siromazin
Insektisida
Triazin
Spiromesifen
Akarisida
Ditiokarbamat
Streptomisin sulfat
Bakterisida
Antibiotik
Tebukonazol
Fungisida
Triazol
Tembaga
Fungisida
Anorganik
Tetasipermetrin
Insektisida
Piretroid
Tetradifon
Akarisida
Organoklor,
difenil
Tetrakonazol
Fungisida
Azol
Tiakloprid
Insektisida
Neonikotinoid
Tiametoksam
Insektisida
Triazol,
neonikotinoid
Tiodikarb
Insektisida
Karbamat
Tiram
Fungisida
Ditiokarbamat,
organoseng
Triadimefon
Fungisida
Triazol
Triadimenol
Fungisida
Triazol
Triazofos
Insektisida
Organofosfat
Tridemorf
Fungisida
Morfolin
Triflumizol
Fungisida
Trifluorometil,
imidazol
Triflumuron
Insektisida
Benzoyl,
urea
Triklorfon
Insektisida
Organofosfat
Validamisin
Fungisida
Antibiotik
Zineb
Fungisida
Ditiokarbamat,
organoseng
Ziram
Fungisida
Ditiokarbamat,
organoseng
Zoxamide
Fungisida
Pirimidin

BUDIDAYA TERONG

Budidaya terong memiliki prospek bisnis yang cerah. Komoditas sayuran ini banyak digemari oleh masyarakat Indonesia. Tanaman terong tumbuh hampir di setiap jenis tanah dengan kisaran pH 5-6. Tanaman ini memerlukan air yang cukup untuk menopang pertumbuhannya. Ketinggian tempat yang dapat ditanami tanaman terong antara 1-1200 mdpl dengan suhu optimal 18-25°C.

CARA MENANAM TERONG YANG BAIK

PERSIAPAN TEKNIS

Derajat keasaman tanah (pH) perlu diukur untuk menentukan jumlah pemberian kapur pertanian pada tanah masam atau pH rendah (di bawah 6,5). Pemberian kapur pertanian berfungsi untuk menetralkan pH tanah (pH 7) atau setidaknya mendekati netral. Pengukuran bisa dilakukan dengan kertas lakmus, PH meter, atau cairan PH tester. Pengambilan titik sampel bisa dilakukan dengan cara zigzag.

PELAKSANAAN BUDIDAYA TERONG




Persiapan Lahan Budidaya Terong

Persiapan lahan meliputi pembajakan dan penggaruan tanah, Pembuatan bedengan kasar dengan lebar 110-120 cm, tinggi 40-70 cm dan lebar parit 50-70 cm, pemberian kapur pertanian sebanyak 200 kg/rol mulsa PHP (Plastik Hitam Perak) untuk tanah dengan pH di bawah 6,5, pemberian pupuk kandang yang sudah difermentasi sebanyak 20 ton/ha dan pupuk NPK 15-15-15 sebanyak 150 kg/rol mulsa PHP, kemudian dilakukan pengadukan/pencacakan bedengan agar pupuk yang sudah diberikan bercampur dengan tanah, persiapan selanjutnya pemasangan mulsa PHP, pembuatan lubang tanam dengan jarak tanam ideal untuk musim kemarau 60 cm x 60 cm sedangkan untuk musim penghujan bisa diperlebar 70 cm x 60 cm dan kemudian dilakukan pemasangan ajir.

Persiapan Pembibitan dan Penanaman Budidaya Terong

Pada persiapan pembibitan dibutuhkan rumah atau sungkup pembibitan untuk melindungi bibit yang masih muda. Kemudian menyediakan media semai dengan komposisi 20 liter tanah, 10 liter pupuk kandang, dan 150 g NPK halus. Media campuran dimasukkan ke dalam polibag semai. kemudian benih disemaikan pada polibag. Untuk mempercepat perkecambahan benih permukaan media ditutup dengan kain goni (bisa juga menggunakan mulsa PHP) dan dijaga dalam keadaan lembab.
Pembukaan penutup permukaan media semai dilakukan apabila benih sudah berkecambah, baru kemudian benih disungkup menggunakan plastik transparan. Pembukaan sungkup dimulai pada jam 07.00 - 09.00, dan dibuka lagi jam 15.00-17.00. Umur 5 hari menjelang tanam sungkup harus dibuka secara penuh untuk penguatan tanaman. Penyiraman jangan terlalu basah dan dilakukan setiap pagi. Penyemprotan dengan fungisida berbahan aktif simoksanil dan insektisida berbahan aktif imidakloprid pada umur 15 hss (hari setelah semai) dengan dosis ½ dari dosis terendah. Bibit yang sudah memiliki 4 helai daun sejati siap untuk pindah tanam ke lahan.

PEMELIHARAAN TANAMAN PADA BUDIDAYA TERONG

Penyulaman Tanaman Pada Budidaya Terong

Penyulaman dilakukan sampai dengan umur tanaman 2 minggu. Tanaman yang sudah terlalu tua apabila masih terus disulam mengakibatkan pertumbuhan tidak seragam. Dan akan berpengaruh terhadap pengendalian hama penyakit.

Perempelan dan Pengikatan Tanaman Terong

Perempelan tunas samping pada tanaman terong dilakukan sampai dengan pembentukan cabang, baik pada cabang utama, cabang kedua, ketiga dan seterusnya di atas cabang utama. Jadi di atas cabang utama, cabang yang dipelihara adalah cabang-cabang produktif, dimana cabang-cabang produktif ini selalu diikuti dengan munculnya bunga. Perempelan tunas samping dilakukan pada semua tunas yang keluar di ketiak daun, baik di bawah cabang utama maupun di bawah cabang-cabang produktif. Perempelan tunas di bawah cabang utama bertujuan untuk memacu pertumbuhan vegetatif tanaman agar tanaman tumbuh kekar, disamping itu juga menjaga kelembaban pada saat tanaman sudah dewasa, sedangkan perempelan tunas dibawah cabang-cabang produktif bertujuan untuk menjaga kelembaban tanaman dan mengoptimalkan produksi.

Perempelan daun di bawah cabang utama dilakukan pada saat tajuk tanaman telah menutupi seluruh daun bagian bawah, pada saat ini daun sudah tidak berfungsi secara optimal, justru sangat disenangi hama dan penyakit tanaman. Perempelan pada daun juga dilakukan bagi daun tua/terserang penyakit.

Sanitasi Lahan dan Pengairan Pada Budidaya Terong

Sanitasi lahan pada budidaya terong meliputi : pengendalian gulma/rumput, pengendalian air saat musim hujan sehingga tidak muncul genangan, perempelan daun dan pencabutan tanaman yang terserang hama penyakit.
Pengairan diberikan secara terukur, dengan penggenangan atau pengeleban seminggu sekali jika tidak turun hujan. Penggenangan jangan terlalu tinggi, batas penggenangan hanya 1/3 dari tinggi bedengan.

Pemupukan Susulan Budidaya Terong

Pupuk yang digunakan pada pemupukan susulan meliputi pupuk akar dan pupuk daun. Pupuk akar diberikan dengan cara pengocoran yaitu saat tanaman berumur 15 hst dan 30 hst berikan 3kg NPK 15-15-15 kemudian larutkan dalam 200lt air, larutan ini dapat digunakan untuk 1000 tanaman dan masing-masing tanaman diberikan 200ml. Pada umur 45 hst dosisnya 4kg NPK 15-15-15 dilarutkan dalam 200lt air, untuk 1000 tanaman dan masing-masing tanaman diberikan 200ml. Sedangkan pada umur 60 hst dan 75 hst, dosisnya 5kg NPK 15-15-15 dilarutkan dalam 200lt air, untuk 1000 tanaman dan tiap tanaman 200ml. Pupuk daun dengan kandungan Nitrogen tinggi diberikan pada umur 14 hst dan 21 hst. Sedangkan kandungan Phospat, Kalium dan mikro tinggi diberikan umur 30 hst dan 60 hst.

PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN PADA BUDIDAYA TERONG


HAMA TANAMAN TERONG

Ulat Tanah

Hama jenis ini menyerang tanaman pada malam hari, sedangkan pada siang harinya bersembunyi di dalam tanah atau di balik mulsa PHP. Ulat tanah menyerang batang tanaman yang masih muda dengan cara memotongnya, sehingga sering dinamakan juga ulat pemotong. Cara pengendaliannya adalah dengan pemberian insektisida berbahan aktif karbofuran sebanyak 1gram pada lubang tanam.

Ulat Grayak

Ulat grayak menyerang daun tanaman bersama-sama dalam jumlah yang sangat banyak, ulat ini biasanya menyerang di malam hari. Pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan penyemprotan insektisida berbahan aktif sipermetrin, deltametrin, profenofos, klorpirifos, metomil, kartophidroklorida, atau dimehipo dengan dosis sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan.

Ulat Buah

Ulat menyerang terong dengan cara mengebor buah sambil memakannya. Buah yang terserang akhirnya berlubang. Pengendaliannya dengan cara penyemprotan insektisida berbahan aktif sipermetrin, deltametrin, profenofos, klorpirifos, metomil, kartophidroklorida, atau dimehipo dengan dosis sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan.

Kutu Daun

Kutu daun mengisap cairan tanaman terutama pada daun yang masih muda, kotoran dari kutu ini berasa manis sehingga menggundang semut. Daun yang terserang mengalami klorosis(kuning), menggulung dan mengeriting, akhirnya tanaman menjadi kerdil. Pengendaliannya dengan penyemprotan insektisida berbahan aktif abamektin, imidakloprid, tiametoksam, asetamiprid, klorfenapir, sipermetrin, atau lamdasihalotrin dengan dosis sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan.

Kutu Kebul

Hama ini berwarna putih, bersayap dan tubuhnya diselimuti serbuk putih seperti lilin. Kutu kebul menyerang dan menghisap cairan sel daun sehingga sel-sel dan jaringan daun rusak. Pengendalian hama ini dengan cara penyemprotan insektisida berbahan aktif abamektin, imidakloprid, asetamiprid, klorfenapir, sipermetrin, atau lamdasihalotrin dengan dosis sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan.

Kumbang Kuning

Tanaman terong menjadi inang dari kumbang ini, kumbang berwarna kuning dengan seluruh tubuh diselimuti seperti duri. Pengendaliannya dengan cara penyemprotan insektisida berbahan aktif sipermetrin, deltametrin, profenofos, klorpirifos, metomil, kartophidroklorida, atau dimehipo dengan dosis sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan.

Lalat Buah

Lalat buah menyerang buah terong dengan cara menyuntikkan telurnya ke dalam buah, kemudian telur berubah menjadi larva, telur-telur inilah yang akhirnya menggerogoti buah terong sehingga buah menjadi busuk. Pengendalian lalat buah dapat menggunakan perangkap lalat (sexpheromone), caranya : metil eugenol dimasukkan pada botol aqua yang diikatkan pada bambu dengan posisi horisontal, atau dapat pula menggunakan buah-buahan yang aromanya disukai lalat (misal nangka, timun) kemudian dicampur insektisida berbahan aktif metomil. Selain itu juga dapat dilakukan penyemprotan menggunakan insektisida berbahan aktif sipermetrin, deltametrin, profenofos, klorpirifos, metomil, kartophidroklorida, atau dimehipo dengan dosis sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan.

PENYAKIT TANAMAN TERONG

Rebah Semai

Rebah semai biasa menyerang tanaman terong pada fase pembibitan. Cara pengendaliannya dengan penyemprotan fungisida sistemik berbahan aktif propamokarb hidroklorida, simoksanil, kasugamisin, asam fosfit, atau dimetomorf dengan dosis ½ dari dosis terendah yang tertera pada kemasan.

Layu Bakteri

Penyakit ini sering menggagalkan tanaman, Serangannya disebabkan oleh bakteri. Upaya pengendalian yang dapat dilakukan antara lain dengan meningkatkan pH tanah, memusnahkan tanaman yang terserang, melakukan penggiliran tanaman serta penyemprotan kimiawi menggunakan bakterisida dari golongan antibiotik dengan bahan aktif kasugamisin, streptomisin sulfat, asam oksolinik, validamisin, atau oksitetrasiklin dengan dosis sesuai pada kemasan.

Layu Fusarium

Gejala yang ditimbulkan oleh layu fusarium hampir sama dengan layu bakteri, yang membedakan hanyalah penyebabnya. Layu fusarium disebabkan oleh serangan jamur. Upaya pengendalian yang dapat dilakukan antara lain dengan meningkatkan pH tanah, memusnahkan tanaman yang terserang, melakukan penggiliran tanaman serta penyemprotan kimiawi menggunakan fungisida berbahan aktif benomil, metalaksil atau propamokarb hidroklorida dengan dosis sesuai pada kemasan.

Busuk Phytopthora

Busuk phytopthora menyerang semua bagian tanaman. Batang yang terserang ditandai dengan bercak coklat kehitaman dan kebasah-basahan. Serangan serius menyebabkan tanaman layu. Daun terong yang terserang seperti tersiram air panas. Sedangan serangan pada buah ditandai dengan bercak kebasah-basahan yang menjadi coklat kehitaman dan lunak. Pengendalian secara kimiawi menggunakan fungisida sistemik, contoh bahan aktif yang bisa digunakan adalah metalaksil, propamokarb hidroklorida, simoksanil, atau dimetomorf dan fungisida kontak berbahan aktif tembaga, mankozeb, propineb, ziram, atau tiram.

Bercak Daun

Penyakit ini disebabkan oleh serangan bakteri, berkembang pesat terutama pada musim hujan. Serangan ditandai dengan adanya bercak putih dan bersudut karena dibatasi tulang daun. Kemudian bercak berubah menjadi cokelat kelabu serta bagian bawah daun mengeluarkan cairan, akhirnya daun mengering. Pengendaliannya menggunakan bakterisida dari golongan antibiotik dengan bahan aktif kasugamisin, streptomisin sulfat, asam oksolinik, validamisin, atau oksitetrasiklin, atau dari golongan anorganik seperti tembaga. Dosis sesuai pada kemasan.

Antraknosa

Antraknosa sering juga diistilahkan dengan nama patek. Penyakit ini menyerang semua bagian tanaman yang ditandai dengan adanya bercak agak bulat berwarna cokelat muda, lalu berubah menjadi cokelat tua sampai kehitaman. Semakin lama bercak melebar dan menyatu akhirnya daun mengering. Gejala lain adalah bercak bulat memanjang berwarna kuning atau cokelat. Buah yang terserang akan nampak bercak agak bulat dan berlekuk berwarna cokelat tua, disini cendawan akan membentuk massa spora berwarna merah jambu. Pengendalian secara kimiawi menggunakan fungisida sistemik, contoh bahan aktif yang bisa digunakan adalah benomil, metil tiofanat, karbendazim, difenokonazol, atau tebukonazol, dan fungisida kontak berbahan aktif klorotalonil, azoksistrobin, atau mankozeb.

Virus

Virus merupakan penyakit yang sangat berpotensi menimbulkan kegagalan terutama pada musim kemarau. Gejala serangan umumnya ditandai dengan pertumbuhan tanaman yang mengerdil, daun mengeriting dan terdapat bercak kuning kebasah-basahan. Penyakit virus sampai saat ini belum ditemukan penangkalnya. Penyakit ini ditularkan dari satu tanaman ke tanaman lain melalui vektor atau penular. Beberapa hama yang sangat berpotensi menjadi penular virus diantaranya adalah kutu kebul, kutu daun, thrips dan tungau. Manusia dapat juga berperan sebagai penular virus, baik melalui alat-alat pertanian maupun tangan terutama pada saat perempelan. Beberapa upaya penanganan virus antara lain : membersihkan gulma (karena gulma berpotensi menjadi inang virus), mengendalikan hama/serangga penular virus, memusnahkan tanaman yang sudah terserang virus, kebersihan alat dan memberi pemahaman kepada tenaga kerja agar tidak ceroboh saat melakukan penanganan terhadap tanaman.

STRATEGI PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN PADA BUDIDAYA TERONG

Penyemprotan pestisida harus dilakukan berseling atau penggantian bahan aktif yang tertera di atas setiap melakukan penyemprotan, jangan menggunakan bahan aktif yang sama secara berturut-turut. Tanaman terong merupakan tanaman yang tahan terhadap serangan hama penyakit, sehingga penyemprotan dapat dilakukan 1 minggu sekali atau sesuai kebutuhan. Jadi penggunaan pestisida dapat dihemat.

PANEN

Buah terong dapat dipanen saat tanaman berumur 55 hst. Buah yang dipanen adalah buah yang masih muda, warna buahnya belum memudar. Untuk menjaga kondisi tanaman agar tetap sehat, pada saat pemanenan gunakan alat seperti gunting, sabit, pisau atau sejenisnya supaya bekas potongan tidak mudah terserang penyakit terutama pada musim hujan.

ARTIKEL POPULER