Lantas pertanyaan yang sangat kritis pun mengemuka, “mungkinkah kita melakukan pelestarian energi?” Pelestarian energi hanya mungkin dilakukan dengan membudidayakan energi atau dengan sebuah bahasa yang kini berkembang adalah energy-farming. Membudidayakan energi hanya mungkin dilakukan bilamana kita mampu menciptakan sumber energi selain melakukan exploitasi terhadap sumber daya alam. Pentingnya sajian informasi mengenai sumber energi alternati bagi kehidupan manusia mungkin secara perlahan akan mengubah kesadaran masyarakat untuk tidak selalu bergantung pada sumber-sumber energi terbatas dan tidak terbaharukan.
Karena itulah, pada artikel kali ini akan dibahas mengenai sumber energi alternatif bagi kehidupan manusia. Membudidayakan energi berarti melakukan suatu bentuk kegiatan atau proses untuk menciptakan energi atau sumber energi dan bukan berorientasi untuk melakukan ekploitasi sumber energi yang jumlahnya terbatas. Berpikir mengenai engergy-farming berarti berpikir tentang sebuah alat yang mampu untuk mengumpulkan, menghasilkan dan menyimpan energi dan alat tersebut merupakan alat yang bisa diperbaharui atau dilestarikan.
Dengan kata lain, berpikir untuk mengumpulkan, menghasilkan, dan menyimpan energi maka arah dan tujuan kita akan tertuju pada salah satu sumber energi yang jumlahnya tak terbatas, yaitu matahari. Tumbuhan hijau mungkin merupakan satu-satunya media yang sangat tepat untuk mengumpulkan, menghasilkan, dan menyimpan energi matahari tersebut, karena tumbuhan hijau mampu mengolah bahan makanan dalam tubuhnya menjadi nutrisi dengan energi matahari. Tumbuhan mengambil bahan mentah berupa air dari tanah dan karbon dioksida dari atmosfer, lalu mengubahnya menjadi oksigen dan gula menggunakan energi sinar matahari untuk memberi tenaga pada proses tersebut. Seluruh bagian dari tumbuh tanaman, baik batang, daun, buah, maupun akar menyimpan energi dalam bentuk energi kimia. Energi tersebut dilepas ketika tanaman dibakar, mati, membusuk, atau dimakan oleh hewan.
Dengan demikian, energi hijau menjadi salah satu sumber energi alternatif yang bisa dilestarikan sehingga kebutuhan energi manusia bisa tercukupi tanpa harus melakukan eksploitasi sumber energi yang jumlahnya terbatas. Dengan orientasi pelestarian energi ini diharapkan generasi penerus kita pada masa mendatang tidak akan berada pada satu titik yang banyak dikatakan sebagi krisis energi.
Sumber Energi Alternatif
Masih dalam sejarah pemanfaatan energi hijau, tahun 1942-1945, pada masa penjajahan Jepang, dunia menjadi saksi bahwa sebagian besar sumber-sumber minyak bumi di Indonesia dan Cina dibakar oleh pasukan sekutu sebagai sebuah taktik untuk mengurangi pasokan energi bagi balatentara Dai Nippon. Namun, pada waktu itu Jepang tidak kehilangan akal untuk mencukupi kebutuhan energinya. Di Indonesia sendiri pernah ada kewajiban yang dikeluarkan oleh pemerintah Jepang agar rakyat Indonesia menanam Ricinus communis atau yang lebih dikenal dengan nama jarak kepyar. Jarak kepyar tersebut diambil minyaknya untuk dijadikan bahan bakar bagi kendaraaan perang dan pesawat terbang Dai Noppon. Kesulitan pasokan energi pasukan Dai Nippon waktu itu bisa diatasi dengan memanfaatkan sumber energi alternatif dari tumbuhan hijau. Belajar dari kejadian puluhan tahun silam ini, maka bukan hal yang mustahil bahwa pada era peradaban modern ini kita harus mampu untuk menciptakan sumber energi alternatif tersebut.
Aktivitas manusia dalam mencari sumber energi alternatif sudah dilakukan sejak lama. Manusia berusaha untuk memenuhi kebutuhan energi dalam kehidupannya terutama untuk digunakan sebagai bahan bakar. Inovasi yang dikembangkan oleh Rudolf Diesel, sebagai penemu mesin diesel, menggunakan minyak kacang (Arachis hipogaea) dan minyak ganja (Cannabis sativa) sebagai bahan bakar utama mesil diesel pertama yang ia ciptakan. Seorang penemu dan penggagas mobil Ford, yaitu Herry Ford, pada tahun 1880 telah menggunakan alkohol sebagai bahan bakar mobil hasil invasinya, yang diberi merk Quadricycle. Hingga kini para peneliti terus berusaha mencari bahan bakar alternatif sebagai pengganti bahan bakar yang berasal dari fosil. Penelitian terus berlangsung dan dilakukan di semua wilayah, baik pegunungan hingga ke lautan. Namun, beberapa kegiatan penelitian ini justru melakukannya di lingkungan sekitarnya. Sawah, ladang, dan hutan, sumber dari biomass bahan-bahan organik, yang kini dikenal sebagai energi hijau. Berkat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, energi hijau kini telah menjadi salah satu solusi dalam memenuhi kebutuhuan energi dalam kehidupan manusia, baik sebagai energi panas, sumber bahan bakar, hingga pembangkit listrik. Energi hijau inilah yang kini dikenal dengan istilah bioenergi.
Ya, semua pihak barangkali akan sepakat jika mengatakan energi hijau ini sebagai energi masa depan. Selain energi tersebut bisa diperbaharui, energi yang berasal dari tumbuhan ini juga bersifat ramah lingkungan. Oleh karena bahan baku utama energi ini dari tumbuhan hijau yang berasal dari hasil bumi, baik tanaman pertanian, perikanan, perkebuanan, limbah peternakan, bahkan sampah organik rumah tangga, maka energi hijau disebut juga sebagai BBM nabati. BBM ini tidak akan habis dengan penggunaan yang berlangsung terus-menerus karena bahan baku yang berupa tumbuhan hijau bisa diperbaharui atau diadakan kembali dengan cara dibudidayakan. Oleh karena itulah, sepanjang energi matahari masil bisa memberikan manfaat bagi kehidupan di bumi dan manusia tetap membudidayakannya, maka sumber dari energi alternatif ini tidak akan pernah habis.
Berbagai macam bentuk dari sumber energi alternatif ini dapat diambilkan dari limbah peternakan, sisa-sisa atau limbah panen padi, sekam padi, sampah rumah tangga, serabut kelapa, kotoran ternah, bahkan kini sudah dibudidayakan tanaman khusus untuk menghasilkan energi alternatif, seperti willow coppie dan miscanthus (semacam rerumputan seperti bambu). Tanaman tersebut menjadi sumber energi alternatif yang cukup mudah diperoleh karena dapat tubuh dengan cepat sehingga masa budidayanya bisa dipercepat. Selain itu, penanaman ini bisa menjadi habitat baru untuk perlindungan binatang atau suaka marga satwa.
Bukankah negara kita, Indonesia, yang notabenenya sebagai negara agraris, memiliki potensi yang sangat besar untuk menghasilkan sumber energi alternatif tersebut? Menurut data Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi (2001), potensinya mencapai pemanfaatan energi alternarif dapat mencapai 311.232 MW. Namun, pemanfaatan sumber energi alternatif tersebut masih sangat rendah, yaitu kurang dari 20%. Rendahnya pemanfaatan sumber energi alternatif di Indonesia disebabkan karena kesadaran untuk beralih menggunakan energi yang bisa diperbarui ini masih kurang. Masyarakat masih terlena dengan harga BBM subsidi yang lebih murah. Mungkin, untuk jangka waktu beberapa tahun ke depan jika teknologi penghasil energi alternatif ini semakin efisien, maka pemanfaatan energi alternatif akan mengalami peningkatan. Sumber lain energi terbarukan yang tersedia di Indonesia sebenarnya cukup banyak, diantaranya adalah, tenaga air (hydro), tenaga panas bumi, energi cahaya, energi angin dan biomassa. Dari semua itu, potensi energi terbarukan dari biomassa masih sangat diabaikan.
Pemanfaatan Energi Alternatif
Ada tiga macam cara yang biasa digunakan untuk memanfaatkan biomassa tumbuhan hijau sebagai energi alternatif, diantaranya adalah:Pertama, pembakaran langsung (direct combustion) dalam bentuk pemanfaatan panas. Pemanfaatan panas biomassa dikenal sejak dulu, seperti pemanfaatan kayu bakar. Pemanfaatan yang cukup besar umumnya untuk menghasilkan uap pada pembangkitan listrik atau proses manufaktur. Dalam sistem pembangkit, kerja turbin biasanya memanfaatkan ekspansi uap bertekanan dan bertemperatur tinggi untuk menggerakkan generator. Pada industri kayu dan kertas, serpihan kayu terkadang langsung dimasukkan ke boiler agar menghasilkan uap untuk proses manufaktur atau menghangatkan ruangan. Beberapa sistem pembangkit berbahan bakar batu bara menggunakan biomassa sebagai sumber energi tambahan dalam boiler efisiensi tinggi untuk mengurangi emisi. Yang paling penting, ketika dibakar, bahan bakar bio tidak menghasilkan karbon dioksida yang lebih besar jika dibiarkan meluruh secara alami sehingga penggunaannya tidak memberikan sumbangan bersih pada pemanasan global atau efek rumah kaca.
Kedua, pemanfaatan biomassa untuk menghasilkan gas metana. Teknologi untuk mengubah biomassa menjadi gas metana yang banyak dikenal adalah digester biogas. Teknologi ini bertujuan untuk memanfaatkan gas metana hasil fermentasi biomassa sebagai sumber energi panas. Pemanfaatan gas metana dengan teknologi yang lebih maju dilakukan dengan sistem gasifikasi menggunakan temperatur tinggi. Melalui teknologi tersebut, biomassa dari tumbuhan hijau diubah menjadi gas hidrogen, CO, dan metana.
Ketiga, konversi menjadi bahan bakar cair. Seperti yang telah kita ketahui bersama, bahwa pemanfaatan bahan bakar hayati yang sedang naik daun saat ini adalah bioetanol dan biodiesel. Kedua bahan bakar bio tersebut sedang gencar dipropagandakan oleh pemerintah sebagai energi alternatif bagi kendaraan. Bioetanol merupakan alkohol yang dibuat melalui proses fermentasi biomassa tumbuhan hijau menggunakan bantuan mikroba dekomposer. Agar hasil yang diperoleh memiliki kualitas yang baik, maka bahan tumbuhan hayati yang digunakan dalam proses fermentasi adalah bahan-bahan alami yang memiliki kandungan pati tinggi, seperti singkong biji sorgum, gandum, sagu, biji jagung, beras, dan kentang; bahan-bahan yang mengandung kadar gula tinggi seperti molases (tetes tebu), nira tebu, nira kelapa, batang sorgum manis, nira aren (enau), nira nipah, nira gewang, dan nira lontar; dan bahan-bahan yang memiliki selulosa, misalnya limbah pertanian berupa jerami padi, ampas tebu, janggel (tongkol) jagung, onggok (limbah tapioka), batang pisang, atau serbuk gergaji (grajen), limbah logging, dan lain-lain. Bioetanol merupakan sumber energi alternatif yang paling sering digunakan sebagai aditif bahan bakar terutama untuk mengurangi emisi karbon monoksida (CO) dan asap lainnya dari kendaraan. Sedangkan biodiesel adalah ester yang dibuat dengan memanfaatkan minyak tanaman, lemak binatang, ganggang, atau bahkan minyak goreng bekas. Biodiesel dapat juga digunakan sebagai aditif bahan bakar diesel untuk mengurangi emisi kendaraan yang berbahan diesel atau dalam bentuk murninya sebagai bahan bakar kendaraan pengganti diesel.